JILBAB: Isu Pinggiran, Tapi Sensitif

Pada hari kemerdekaan, harusnya menjadi momentum untuk implementasikan Pancasila yang menyentuh hajat hidup rakyat Indonesia. Misalnya isu kemerdekaan dalam pendidikan, keadilan sosial-ekonomi, kesejahteraan sosial, kebebasan, dan toleransi, serta kebebasan dalam beragama.

Isu yang muncul dan ramai malah soal seremonial upacaranya, dengan memunculkan isu sensitif, simbol keagamaan: Jilbab. Menurutku, isu jilbab ini isu pinggiran, tidak esensial dan substansial sama sekali.

Pak ketua BPIP, Prof Yudian, panjenengan mending kembali ke kampus saja. Bahas isu jilbab begini dalam artikel ilmiah, diskursus kajian islam. Dan, mungkin pas dibahas oleh calon sarjana dalam skripsinya. Profesor Doktor bidang Syariah lulusan Harvard kok terjebak isu receh begini. Gak produktif blas.

Aku ingat, pernah sekali dapat kuliah umum Prof Yudian ini di Babakan Ciwaringin, tahun 2012. Saat itu, dia masih menjadi dekan Fakultas Syariah UIN Suka Yogyakarta.

Dikenal dan mengenalkan diri sebagai santri Tremas lulusan Harvard, ahli ushul fiqih dan maqashid syariah. Dalam kuliahnya itu, sang profesor sangat mengelu-elukan SBY. Entah serius (tulus) ataukah hanya politis.

Tapi, gak nyangka. Orang sekeren itu, bisa terperangkap dalam isu sensitif bagi masyarakat Indonesia: JILBAB.

Jilbab selama ini jadi simbol yang identik dengan pakaian muslimah. Terlepas ada sekelompok orang yang tidak menganggap jilbab sebagai sebuah kewajiban.

Tapi, memakai atau tidak, itu bagian dari kebebasan beragama yang harus dijamin dalam negara demokrasi Pancasila. Dan, BPIP harusnya menjadi garda terdepan dalam hal ini.

Oke. “Kalau kamu mau jadi pengibar bendera paskibraka, ikuti SOP dan aturan yang ada! Sebagaimana kamu mau jadi pegawai di suatu perusahaan, ya ikuti aturan perusahaan!”

Ya, kalau itu perusahaan swasta, milik keluargamu, terserah kamu bikin aturan berpakaian. Lah, ini kan upacara kenegaraan. Dana berasal dari anggaran negara dan hajat Istana negara. Harusnya, mengedepankan toleransi dan demokrasi Pancasila. Apalagi ini BPIP (badan pembinaan ideologi Pancasila).

Tak habis pikir. Jelang hari kemerdekaan, malah ngurus isu pinggiran begini.

Padahal, rakyat Indonesia masih rendah dalam literasi, pendidikan, kesejahteraan, dan keadilan sosial. Korupsi semakin menggurita, pencemaran lingkungan yang belum teratasi, dan lain sebagainya.