Oleh Masyhari
Ketika belajar di Madrasah Ibtidaiyah, saya tidak terlalu akrab dengan buku. Di lingkungan rumah, saya dan teman-teman lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain layang-layang ataupun permainan tradisional lainnya. Di sekolah pun tidak jauh berbeda, mengingat madrasah kami saat itu belum memiliki perpustakaan.
Saya baru akrab dengan buku saat bersekolah di Madrasah Tsanawiyah. Di sana, terdapat perpustakaan cukup besar dan memiliki koleksi buku bacaan yang lengkap, semisal buku cerita bergambar, novel, kumpulan cerita pendek, pengembangan diri, bacaan populer, dan lain sebagainya.
Saat itu saya kurang tertarik kecuali dengan buku yang bergambar, semisal komik, serial pahlawan nasional, buku cerita lucu semisal Abu Nawas, dan komik, yang semuanya dilengkapi dengan ilustrasi gambar. Saya belum suka dengan membaca buku yang hanya berisi deretan kata.
Ketika kelas tiga MTs, saya mulai suka membaca buku. Perpustakaan MTs memiliki banyak koleksi buku tentang bertani, beternak, budidaya, keterampilan, dan buku praktis lainnya. Saya suka membaca buku tentang tanaman obat atau apotik alami, cara membuat tempe, cara membuat tahu, budidaya ikan tawar, bercocok tanam sayur, dan lain sebagainya.
Di perpustakaan saya baca buku panduan praktis menanam kacang panjang. Saya pinjam dan baca-baca dengan cukup serius. Kebetulan Bapak saya memang seorang petani. Kami memiliki ladang yang tak jauh dari rumah. Sambil berkonsultasi dengan bapak, saya pun membeli bibit kacang hijau dari toko khusus pertanian.
Dengan memadukan antara yang tertulis di buku dan bimbingan bapak, saya mulai menanam kacang panjang.
Alhamdulillah kacang hijau yang saya tanam tumbuh subur dan berbuah cukup lebat. Tidak hanya bisa dimakan sendiri sebagai lalapan, kacang hijau hasil panen juga bisa dijual beberapa kali di pasar.
Mungkin itu yang dinamakan literasi yang sesungguhnya. Tidak hanya membaca dan menulis, tapi juga mengimplementasikan apa yang dibaca ke dalam kehidupan nyata dan menghasilkan sesuatu yang bernilai.
Ketika bersekolah di Madrasah Aliyah, saya cukup beruntung, karena madrasah kami memiliki perpustakaan dengan koleksi buku bacaan yang lengkap dan bervarian. Di sana saya membaca novel, buku pengembangan diri, panduan menulis, sejarah, sains, psikologi, agama, dan lain sebagainya.
Di madrasah kami juga memiliki majalah dinding yang dikelola oleh pengurus OSIS. Saya pun menikmati karya-karya tulis teman-teman. Madrasah kami juga berlangganan koran Jawa Pos yang dipajang di majalah dinding. Jadi, setiap hari saya dan teman-teman bisa membaca berita terbaru, artikel, opini, surat pembaca, dan lain sebagainya melalui koran.
Karena gemar membaca dan mengoleksi buku, sejak beberapa tahun di rumah saya membuat taman bacaan masyarakat bernama Griya Baca Alima. Koleksinya lebih dari 2000 judul buku, terdiri dari buku umum, popular, sastra, hingga buku anak-anak.
Apa buku favorit yang menginspirasi?
Di antara sekian banyak buku yang saya pernah baca, ada satu buku yang berkesan bagi saya. Buku tersebut adalah Totto-Chan: Gadis Kecil di Jendela. Buku novel sederhana ini menurut saya sangat direkomendasikan bagi para guru dan orang tua, juga para mahasiswa khususnya di fakultas pendidikan.
Saya sendiri memang tidak pernah kuliah di fakultas pendidikan, tapi karena selama ini terjun langsung di dunia pendidikan, buku ini sangat berguna bagi saya pribadi. Saat ini saya bekerja sebagai dosen di perguruan tinggi Islam swasta, guru pembelajaran al-Quran di SD, dan orang tua dengan 5 anak.
Buku Totto-Chan sangat menginspirasi saya, membantu saya sebagai seorang pendidik. Buku ini memberikan gambaran keunikan setiap anak manusia yang harus dipahami dan disikapi dengan benar oleh kita sebagai guru dan orang tua. Orang tua jangan sampai salah paham, egois dan cenderung menjustifikasi perilaku ‘aneh’ anak dan menganggapnya susah diatur dan nakal. Sehingga, kita menjadi orang tua dan guru yang durhaka, karena pola asuh kita yang salah.[]