Resensi “Buku Otak Cemerlang dan Hati Riang Berkat Gaya Menulis Freewriting

Oleh Masyhari

MEMBACA buku cetak pada era kini termasuk pekerjaan yang berat, setidaknya bagi saya. Gawai adalah kambing hitam utama yang dituduh sebagai biang keladinya. Setiap hari membuka aplikasi sosmed, scroll WAG, FB, IG, Tiktok, YouTube, dan sebagainya. Habis beberapa jam pun tanpa terasa lamanya.

Oleh karena itu, saat awal bulan para pengurus UKM Sahabat Literasi IAI Cirebon menawarkan tema atau genre apa diskusi WAG bulan Oktober 2024. Saya tawarkan saja resensi atau ulasan buku. Tujuannya tiada lain untuk memaksa kita, khususnya para narasumber diskusi, untuk membaca buku sebelum diulasnya. Ya, membaca buku. Karena ini UKM Literasi, masa anggotanya malas membaca. Kan aneh!

***

Baiklah. Kita kembali ke topik, yaitu ulasan buku tentang free writing. Sebagaimana tersebut dalam judulnya, buku yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2015 ini menawarkan alternatif healing (penyembuhan) dan refreshing (penyegaran) otak dengan sebuah gaya dalam menulis yang disebut dengan freewriting atau menulis bebas.

Gregorius Agung, founder Jubilee Enterprise, dalam pengantar buku ini (2015: vii), menyebut bahwa menulis membutuhkan fokus agar otak mampu melontarkan ide-ide secara simultan dan berkesinambungan, tanpa putus. Artinya, menulis mencegah kita berhenti berpikir. Dengan menulis, otak kita dilatih untuk menemukan solusi-solusi atas problem yang dihadapi (problem solving).

Gaya menulis freewriting sebenarnya merupakan gaya penulis yang populer, namun jarang diadaptasi oleh penulis pemula. Padahal, menurut Gregorius, gaya penulis ini memaksa diri untuk tetap kreatif walau apa pun yang terjadi, termasuk saat kita kering ide. Dengan begitu, penulis ataupun calon penulis mampu menuangkan gagasan-gagasan indahnya dalam karya tulis.

Senada dengan itu, Anang YB menyadarkan pembaca bahwa otak merupakan aset yang amat berharga yang dimiliki manusia, sekaligus paling sulit diobati jika cedera. Maka dari itu, otak perlu dan bahkan harus didayagunakan secara maksimal potensinya dengan kegiatan sederhana, yaitu menulis.

Mengapa dengan menulis? Anang YB memberikan sejumlah alasan mengapa memilih aktivitas menulis untuk meningkatkan potensi otak kita.

Pertama, karena semua orang bisa menulis. Sadar atau tidak, “pelajaran” menulis sudah kita dapatkan sejak kita masih duduk di bangku sekolah dasar. Dalam arti, saat itu kita telah dibiasakan untuk mencatat pelajaran dengan menuliskannya dalam buku catatan. Jika misalnya kita lakukan riset, buku yang best seller (paling laku terjual) di pasaran adalah buku tulis.

Kedua, menulis pada umumnya sulit untuk dilakukan. Terkesan paradoks memang. Di satu sisi, kebiasaan menulis sudah dipelajari sejak kita berusia 7 tahun. Namun, anehnya tidak semua orang bisa menulis dengan baik.

Tentu saja, menulis yang dimaksud di sini adalah menuangkan gagasan-gagasan yang ada di otak kita dalam bentuk tulisan yang sistematis, logis, enak dibaca, dan berguna bagi pembaca (2015: x).

Semua orang punya pengetahuan dan gagasan. Hanya saja, mayoritas semua orang di dunia ini lebih suka memuntahkan isi otaknya melalui berbicara dibandingkan menulis. Padahal, menulis dengan berbicara sama-sama hasil muntahan ide-ide yang ada di kepala.

Padahal menulis sangatlah banyak manfaatnya, di antaranya mengatasi kebuntuan otak, menjawab yang selama ini menjadi pertanyaan kita selama ini, membantu orang mencari alternatif, membantu orang tampil lebih ekspresif, membantu manusia menemukan jalan hidup sendiri, membuat kita tampak lebih hebat, menghancurkan hambatan dalam berpikir dan berpendapat, dan lain sebagainya.

Lantas, mengapa mayoritas orang tidak menulis? Sebabnya adalah kita sendiri yang membatasi. Otak dan tangan kita kerap ingin tampil prima, termasuk saat menyusun kata-kata di atas kertas. Otak kita kuatir tulisan yang dihasilkannya akan membuat si pemilik otak tampak konyol di hadapan pembaca, jika misalnya tulisannya tidak bagus. Karena itulah, buku bertajuk freewriting ini dihadirkan.

Secara umum, buku setebal 242 halaman ini menjelaskan luar dalam otak dengan pendekatan praktis, yaitu bagaimana otak memengaruhi tulisan dan tulisan memicu kinerja otak. Buku ini menjelaskan tentang apa itu freewriting? Mengapa freewriting? serta sederet tips praktis dalam menulis bebas, di antaranya yaitu dengan menulis secara cepat dan terus menerus; menulis apa pun yang kita pikirkan; mengajukan pertanyaan; menemukan kata kunci; dan lain sebagainya.

Di bagian akhir, buku ini berisi latihan dan eksekusi menulis. Praktik menulis yang ditawarkan bukanlah menulis novel, tapi cukup menulis tentang diri kita sendiri. Ya, kita diajak menulis autobiografi. Untuk mempermudah kita menulis autobiografi, buku ini menawarkan deretan pertanyaan yang bisa kita jawab agar biografi yang kita tulis lengkap dan menarik.

Lantas, masihkah kamu berpikir menulis itu sulit? Jika iya, segeralah membaca buku ini, dan mulailah menulis!